SAMBAS, 15/3 - SONGKET SAMBAS. Seorang pengrajin, Sahidah (64), menunjukkan kain tenun songket karyanya yang merupakan produk kerajinan unggulan Kabupaten Sambas yang dijual seharga Rp 150 ribu hingga Rp 5 juta di Jl Pendidikan, Sambas, Kalbar, Sabtu (14/3). Saat ini pengrajin tenun songket mengalami kesulitan dalam hal sumber daya manusia (SDM) yang bisa membuat tenunan berkualitas tinggi, dengan tidak meninggalkan corak khas Sambas. FOTO ANTARA/Eric Ireng/Koz/nz/09.
KEINDAHAN kain tenun songket Sambas sungguh menawan. Motifnya yang unik sanggup memesona para penikmatnya. Seiring dengan kemajuan zaman, penggemarnya di negeri jiran mulai berkurang. Memasuki tahun 90-an, penjualan songket mulai mengalami penurunan yang sangat signifikan. Ini semua merupakan imbas dari banyaknya para penenun yang hijrah ke Brunai Darussalam. Mereka diberi berbagai kemudahan dalam mengembangkan motif kain tenun.
Meski jumlah perajin kain songket yang bekerja di luar negeri cukup banyak, bukan berarti kerajinannya punah. Dengan modal seadanya, mereka mencoba untuk bertahan demi menjaga kelestarian warisan budaya negeri sendiri. Mereka memiliki prinsip berkarya di negeri sendiri tidak kalah menguntungkan dibanding di luar negeri.
Salah satu perajin songket hingga kini yang eksis adalah Alfian. Pria kelahiran Sambas, 7 Oktober 1977 ini aktif mengelola serta mempromosikan tenun sambas sejak 1997. Dia tertarik mengembangkan kain tenun sambas karena merasa sangat prihatin dengan perkembangan kain tenun sambas. “Saya merasa sedih saat mendengar ada upaya-upaya pihak luar yang ingin mengklaim kain tenun sambas sebagai produk mereka,” ungkapnya.
Ini terlihat dari bertambahnya jumlah perajin di Sambas. “Beragam motif tradisional yang sekarang mulai langka kembali di tampilkan, seperti Tepuk Pedada, Siku Keluang, Mata Punai, Awa Larat, Pucuk Rebung, Bunga Pecah, Bunag Melur, Biji Periak, Angin Putar, Ragam banji, Bunga Cengkeh, Bunga Cempaka dan lain sebagainya,” paparnya. Selain dijual dalam bentuk lembaran kain, kain songket juga ditawarkan dalam ragam bentuk yang lebih berkelas, seperti peci, syal, dasi, sajadah, hiasan dinding, bahan baju dan celana, dan lain sebagainya. Berkat inovasi yang terus di kembangkan, kerajinan tenun sambas kini banyak diminati oleh masyarakat Kalbar serta luar negeri. Mereka gelar karena kain tenun songket sambas di buat dengan menggunakan alat tradisional.
Proses menenun dilakukan dengan cara menyatukan benang pakan dengan benang lusin dan menggunakan alat yang disebut gigi suri yang berbentuk seperti sisir dan terbuat dari kulit enau atau kulit bemban. Proses menyongket dilakukan dengan cara memindahkan atau menyalin motif kain dari pola atau sujibillang ke benang lusin dengan menggunakan alat songketan yang terbuat dari bulu binatang landak, dan setiap kain yang dibuat melalui proses menyongket pasti menggunakan benang emas atau perak pada motif kainnya. Kain tenun songket sambas kerap digunakan dalam acara adat masyarakat Melayu, salah satunya adalah perkawinan. Di acara sakral tersebut, kain tenun songket sambas berfungsi sebagai barang antaran atau seserahan dari pihak mempelai lelaki kepada mempelai perempuan, dan kain cual dijadikan balasan barang antaran atau seserahan dari mempelai wanita ke pihak mempelai laki-laki yang disebut balas baki. (*)
No comments:
Post a Comment