Ada banyak hal sehubungan dengan tangisan bayi. Saat proses persalinan, setelah perjuangan mengejan dan akhirnya si bayi dilahirkan, maka yang paling ditunggu adalah terdengarnya tangisan bayi. Semakin keras bayi menangis, maka bisa dibilang semakin sehat bayi tersebut (berdasar parameter penilaian APGAR score).
Namun hari-hari berikutnya akan terisi dengan suara tangisan si bayi -sebagai satu-satunya cara si bayi mengekspresikan kebutuhannya. Sementara banyak orang tua tidak mengerti apa tangisan mereka. Jika tidak di-handle dengan benar, kebahagiaan atas hadirnya seorang bayi bisa sekejap berubah menjadi malam-malam kurang istirahat dan akhirnya muncul stress dalam rumah tangga.
Belum lagi muncul wacana yang mengatakan bahwa jika bayi dibiarkan menangis keras terus-menerus, maka di kemudian hari hal tersebut dapat membawa dampak buruk bagi tumbuh kembang bayi tersebut. Tidak peduli apakah bayi tersebut sedang terjaga atau tertidur saat menangis, beberapa studi menyebutkan bahwa bayi yang tangisannya tidak ditanggapi, bisa memiliki kecenderungan untuk menjadi anti-sosial, atau memiliki IQ yang relatif lebih rendah.
Apa dasar pemikirannya? Seorang peneliti dari UCLA, Dr. Allan Schore menyatakan bahwa tangisan bayi yang berlebihan bisa dikaitkan dengan meningkatnya hormon stress (seperti cortisol) dalam tubuh bayi tersebut, yang dalam jangka panjang bisa merusak sel saraf di otak, yang kemudian berakibat pada terganggunya perkembangan mental dan psikologis bayi tersebut. Penelitian tersebut memang dilakukan pada pemantauan terhadap anak-anak dalam Child Protective Services (anak yang diabaikan atau bahkan mendapat perlakuan keras dari orangtuanya), sehingga banyak pihak yang mengatakan bahwa riset tersebut kurang valid.
Jika Dr. Allan memandang dari sudut pandang hormonal, penelitian lain dari Harvard University memberi pernyataan dari sudut pandang psikologis. Jika si bayi menangis, dan dibiarkan menangis, secara psikologis bayi tersebut “merasa” tidak diperhatikan. Berjalannya waktu, hal itu akan mempengaruhi perkembangan mental si bayi.
Kesimpulannya, sebagai orang tua, adalah hal yang baik untuk selalu menenangkan si bayi -kapanpun ia menangis- dan meresponi kebutuhannya, terutama di bulan-bulan pertama.
Respons terhadap tangisan bayi menunjukkan suatu bentuk tanggung jawab dan juga kasih sayang (jika ia lapar, diberi ASI, jika si bayi mengantuk, ia akan di-nina-bobo-kan). Secara tidak langsung hal ini memang akan memberi dampak positif dalam perkembangan psikologis dan mentalnya.
Nah, bayi menangis sebagai ekspresi kebutuhannya. Semakin dini ia mendapat tanggapan -yang tepat- maka ia akan cepat tenang, yang akibatnya tangisannya tidak berubah menjadi tangisan histeris, yang efek panjangnya adalah: orang tua lebih tenang, stress dalam keluarga akan berkurang, dan orang tua pun akan cukup menikmati waktu istirahat mereka.
Pernah mendengar program Dunstan Baby Language Indonesia? Program itu akan mengajar orang tua untuk mengerti arti tangisan si bayi, dan dengan demikian dapat meresponi tangisan bayi secara dini, yang tentunya akan memberi outcome yang sangat positif, baik bagi bayi itu, maupun bagi keluarga.
No comments:
Post a Comment